Di antara hal yang sering
menyebabkan kita kecewa adalah ketika kita terlalu berharap orang lain bersikap
sebagaimana yang kita inginkan.
Kita merajut benang harapan di
dalam benak kita, memasang jaring-jaring berwarna-warni, lalu dengan wajah
riang kita menghadapinya, berharap bahwa apa yang kita rencanakan, apa yang
kita harapkan, akan terwujud dengan gemilang.
Namun, seringkali, di tengah
jagat harapan kita yang berkilau, harapan-harapan itu bergerak layaknya
burung-burung yang liar, tidak terikat, tidak pernah mendarat di tangan kita.
Kita merasa jatuh dari awan, terjatuh ke dalam jurang hati yang terasa semakin
dalam. Itulah cerita pahit di antara bunga harapan.
Berharap, pada dasarnya, adalah
benih dari yang kita sebut sebagai "harapan palsu." Kita merapal
doa-doa yang memelas dengan mata yang berkaca-kaca kepada Allah, meminta agar
segalanya berjalan sesuai kehendak kita. Namun, terkadang, kita lupa bahwa
kehidupan ini tidak selalu seperti drama yang kita reka-sendiri.
Andai saja kita bisa menerima
sikap orang lain sebagaimana adanya, ikhlas berbuat baik karena mengharap
pahala dari Allah semata, tanpa ambil pusing apakah orang lain akan berbuat
baik yang sama kepada kita, niscaya hidup kita akan lebih bahagia.
Tidak akan ada kekecewaan yang
mengusik, tidak akan ada beban yang terlalu berat. Kita akan menjadi manusia
yang berdiri tegar di tengah badai, tetap merenung dalam kebaikan, tanpa
melupakan bahwa Allah selalu melihat dan mendengar.
Sikap ikhlas, seperti matahari
yang bersinar di langit, adalah pancaran kebijaksanaan. Ia menyinari segala
sesuatu tanpa membedakan. Dan pada titik itu, kita menemukan satu kebenaran:
ketika kita ikhlas dalam berbuat baik, kita membebaskan diri kita dari
perbudakan ekspektasi.
Harapan, pada hakikatnya, adalah
ibarat perjalanan panjang di tengah hutan belantara. Di antara pohon-pohon
rindang, kita mencari jalan keluar, mencari suara yang memberi tahu kita mana
arah yang benar.
Ketika kita terlalu terfokus pada
apa yang kita harapkan, kita menjadi buta akan keindahan yang terselip di
setiap sudut hutan, kita lupa menikmati aroma bunga liar dan pesona
burung-burung hutan yang bernyanyi.
Hidup adalah petualangan.
Petualangan yang kadang-kadang tidak bisa kita prediksi dengan pasti.
Petualangan yang sering kali menuntut kita untuk ikut bergerak, mengikuti irama
alam semesta yang jauh lebih besar dari kita. Tapi dalam perjalanan ini, kita
tidak pernah sendirian. Allah selalu bersama kita.
Ya, yakinlah, dengan tauhid yang
benar, hidup kan lebih bahagia. Karena dengan demikian, kita telah mewujudkan
tujuan hidup kita di dunia, mengikhlaskan segala gerak gerik, segala aspek
kehidupan murni hanya untuk Allah semata.
Di balik kecewa yang datang dan
pergi, di balik harapan-harapan yang terluka, ada suara hati yang tetap
terjaga, suara hati yang tahu bahwa segala sesuatu terhubung dalam
keajaiban-Nya.
Bila kita mengerti esensi dari
ikhlas, kita tahu bahwa kita tidaklah tumbuhan yang bergantung pada matahari
untuk tumbuh. Kita adalah hamba yang bergantung pada Allah untuk eksistensi
kita.
Dan dengan itu, kita menemukan
kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan yang tidak tergoyahkan oleh badai,
kekecewaan, atau cobaan hidup.
Sejatinya, hidup ini adalah ujian yang diberikan Allah untuk menguji sejauh mana kita bersedia menjalani peran yang telah Dia tetapkan.
Dan dalam perjalanan ini, ikhlas adalah pusat dari
segalanya. Ikhlas adalah mata air yang membasahi hati dan jiwa kita, memberi
kehidupan pada setiap tindakan kita.
Ketika kita berbuat baik,
bukankah itu seharusnya adalah sebuah refleksi dari cinta kita kepada Allah?
Kita tidak berbuat baik
semata-mata untuk mendapatkan pujian atau balasan dari manusia. Kita berbuat
baik karena kita mencintai-Nya, karena kita tahu bahwa Dialah yang menciptakan
kita dan memberi kita segala sesuatu yang kita miliki.
Dalam ikhlas, kita menemukan ketenangan. Kita tidak tergesa-gesa mengejar pengakuan dari dunia luar. Kita tidak khawatir jika orang lain tidak menghargai apa yang kita lakukan.
Kita
tahu bahwa Allah melihat dan menghargai setiap tindakan kita. Itulah
kebahagiaan sejati yang tidak dapat diambil oleh siapapun.
Dalam ikhlas, kita juga menemukan
kebebasan. Kita bebas dari tekanan dan ekspektasi orang lain. Kita bebas untuk
menjadi diri kita sendiri, tanpa perlu menyamar atau berpura-pura menjadi apa
yang orang lain inginkan. Kita tidak terikat oleh dunia yang fana, kita hanya
terikat oleh Allah yang Maha Abadi.
Dalam ikhlas, kita merasa lebih
dekat dengan Allah. Kita merasakan kehadiran-Nya dalam setiap langkah kita.
Kita merasa bahwa kita sedang melakukan sesuatu yang bermakna dalam hidup ini,
sesuatu yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan yang abadi di akhirat.
Ketika kita ikhlas, kita juga menerima kenyataan bahwa hidup. Kadang-kadang, orang jahat bisa mendapatkan kekayaan dan kekuasaan, sementara orang baik menderita.
Tapi kita tahu bahwa
keadilan sejati ada di tangan Allah, dan bahwa Dia akan membalas setiap
perbuatan baik dan buruk pada waktu yang tepat.
Dalam ikhlas, kita tidak akan
merasa kecewa jika harapan kita tidak terpenuhi. Kita tahu bahwa Allah memiliki
rencana yang lebih baik untuk kita.
Kita mungkin tidak selalu bisa
melihatnya sekarang, tetapi kita percaya bahwa setiap cobaan dan rintangan
adalah bagian dari rencana-Nya untuk membentuk kita menjadi manusia yang lebih
baik.
Maka, mari tinggalkan belenggu
harapan palsu yang seringkali menyebabkan kecewa dan sakit hati. Mari gantikan
dengan ikhlas, dengan berbuat baik karena mencintai Allah, tanpa mengharapkan
balasan dari manusia.
Dengan ikhlas, hidup kita akan
lebih bahagia, lebih bermakna, dan lebih tenang. Kita akan merasakan
kebahagiaan sejati yang tidak bisa diukur dengan harta atau kekuasaan dunia.
Kita akan merasakan kebahagiaan yang abadi, kebahagiaan yang hanya diberikan
oleh Allah kepada hamba-Nya yang ikhlas.
-------
Sumampir, di bawah sinar siang,
alam berkata: "Selamat datang, dunia!"
Sabtu, 22 Rabiul Awal 1445 H/7
Oktober 2023 M
By: Panewu Tunggul Alam
-------
0 Komentar