Di awal
kehidupanku, aku melihat dunia melalui lensa kebahagiaan yang terpatri dalam
wajah kedua orang tuaku.
Mereka adalah
pemandangan pertama yang memancarkan cahaya dalam gelapnya alam semesta. Aku
masih terlalu muda saat itu, terlalu muda untuk mengerti betapa rapuhnya benang
kehidupan yang mengikat kita pada orang-orang yang kita cintai.
Saat itu, aku
memercayai bahwa aku tak akan mampu berpisah dengan mereka berdua, bahwa
hidupku akan selamanya terjalin dalam cinta kasih mereka.
Namun, takdir
memiliki rencana lain. Waktu bergulir seperti air yang tak pernah berhenti
mengalir. Hari-hari berlalu, dan akhirnya, kedua orang tuaku pun pergi
meninggalkan dunia ini.
Itu adalah
pengalaman pertamaku tentang perpisahan, tentang bagaimana kita semua harus
berhadapan dengan kenyataan, bahwa suatu saat, kita akan kehilangan orang-orang
yang kita cintai.
Pada saat itulah
aku mulai memahami bahwa takdir memiliki caranya sendiri untuk mengajarkan kita
kebijaksanaan.
Lalu, aku hidup
bersama saudara-saudaraku. Mereka adalah teman-teman sejak kecil,
sahabat-sahabat yang mengisi hari-hari dengan tawa dan cerita.
Aku pun mengira
bahwa aku tak akan mampu berpisah dengan mereka. Kita berbagi impian, ambisi,
dan kenangan.
Namun, takdir
punya rencana lain untuk kami. Satu per satu, mereka menemukan pasangan hidup
dan melangkah ke jalan yang berbeda.
Saat
saudara-saudaraku menikah dan membentuk keluarga mereka sendiri, aku merasakan
kehampaan dalam hati.
Aku teringat
masa kecil kami yang penuh keceriaan, masa-masa ketika kami bercanda dan
bermain bersama di halaman belakang rumah, dan masa-masa ketika kami berjanji
untuk selalu bersama.
Namun, seperti
angin yang membawa daun-daun gugur dalam musim gugur, waktu telah membawa
saudara-saudaraku menjauh dariku.
Aku belajar
bahwa perpisahan adalah bagian tak terpisahkan dari hidup, bahwa bahkan
sahabat-sahabat terdekat pun akan melangkah pergi dalam hidupnya masing-masing.
Akupun demikian,
menikah dan dianugerahi putra dan putri. Aku dulunya berpikir bahwa aku tak
mampu berpisah dengan anak-anakku.
Mereka adalah
cahaya mataku, kebahagiaanku, dan makna dalam hidupku. Aku menghabiskan waktu
bersama mereka, melihat mereka tumbuh dan berkembang, dan membagikan semua yang
aku ketahui kepada mereka.
Aku terlalu lama
menganggap bahwa kita akan selalu bersama, bahwa cinta kita akan terus mengalir
tanpa henti.
Namun, takdir
sekali lagi menghadapiku. Anak-anakku tumbuh dewasa, dan mereka menemukan cinta
dalam hidup mereka.
Mereka menikah,
membentuk keluarga mereka sendiri, dan menjalani kehidupan mereka masing-masing.
Saat mereka meninggalkan rumahku, hatiku penuh dengan perasaan campur aduk.
Ada kebanggaan
melihat mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri, tapi juga ada
kehampaan karena mereka pergi.
Aku belajar
bahwa seperti sehelai dedaunan yang jatuh dalam musim gugur, anak-anak kita
juga akan pergi, dan kita harus melepaskan mereka.
Dan pada
akhirnya, setelah berbagai perpisahan dalam hidupku, aku mulai memahami bahwa
tiada satupun yang tersisa menemani kehidupan seseorang kecuali Rabbnya.
Allah, Sang
Pencipta, adalah satu-satunya yang abadi, satu-satunya yang tak pernah
meninggalkan kita. Dia adalah cahaya dalam kegelapan, tempat menaruh harapan
saat kita merasa lemah, dan tempat kita mencurahkan segala kekhawatiran dan
keinginan kita.
Didekat-Nya, aku
menemukan ketenangan dan kekuatan. Aku menyadari bahwa perpisahan dengan
orang-orang yang kita cintai adalah bagian alamiah dari kehidupan, dan
Allah-lah yang akan selalu bersama kita dalam setiap langkah perjalanan kita.
Dalam cinta-Nya,
aku menemukan kebahagiaan yang tak tergantikan, kebahagiaan yang tak
terpengaruh oleh perpisahan dan kehilangan.
Kisah kehidupan
ini mengajarkanku bahwa kita semua adalah penumpang sementara dalam perjalanan
ini. Kita datang ke dunia ini tanpa membawa apa pun, dan pada akhirnya, kita
akan kembali kepada-Nya tanpa membawa apa pun.
Hidup adalah
perjalanan yang singkat, dan perpisahan adalah bagian dari perjalanan itu.
Namun, kita tidak pernah benar-benar sendirian. Allah selalu bersama kita,
mengiringi setiap langkah kita, dan memberikan cahaya dalam kegelapan.
Dalam kehidupan
ini, kita seringkali terlalu fokus pada perpisahan dan kehilangan, sehingga
kita lupa untuk bersyukur atas kehadiran orang-orang yang pernah ada dalam
hidup kita.
Kita lupa untuk
bersyukur atas waktu yang kita habiskan bersama mereka, atas kenangan yang kita
bagi, dan atas cinta yang kita rasakan.
Perpisahan
mungkin membawa kesedihan, namun itu juga mengingatkan kita untuk menghargai
setiap momen yang kita miliki bersama orang-orang yang kita cintai.
Dan ketika
perpisahan datang, kita dapat mencari penghiburan dalam doa dan keyakinan kita.
Kita dapat memahami bahwa dalam cinta-Nya, Allah akan selalu menghubungkan kita
kembali dengan orang-orang yang kita cintai di tempat yang lebih baik.
Semoga kita akan
bersatu kembali di surga-Nya, di mana tidak ada lagi perpisahan, tidak ada lagi
kehilangan, hanya kebahagiaan abadi dan cinta yang tak terbatas.
Sebagai penutup,
aku belajar bahwa perpisahan adalah bagian dari kehidupan, namun bukanlah akhir
dari segalanya.
Allah adalah
satu-satunya yang abadi, satu-satunya yang tak pernah meninggalkan kita. Dalam
cinta dan kehadiran-Nya, kita dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan
sejati.
Jadi, mari kita hadapi perpisahan dengan hati yang lapang dan bersyukur atas kenangan yang telah kita buat bersama orang-orang yang kita cintai.
Dan pada akhirnya, semoga kita
akan bersatu kembali bersama orang-orang yang kita cinta di surga-Nya, di mana cinta abadi menunggu kita.
----------
Sumampir, matahari
berbisik selamat tinggal, dan awan-awan menyambut senja.
Sabtu, 29 Rabiul
Awal 1445 H/14 Oktober 2023 M
By: Panewu
Tunggul Alam
----------
0 Komentar