Aku berdiri di ujung senja, memandangi langit yang perlahan kehilangan warna. Di sana, matahari tak pernah bertanya mengapa ia harus tenggelam.
Namun aku, seorang wanita, terus bertanya pada hati yang lelah: "mengapa ia datang membawa janji. Tapi kini, janji itu tak lebih dari bayang-bayang yang menghilang tanpa pamit."
Di awal perjalanan, aku percaya padanya. Kata-katanya seperti aliran air yang menenangkan dahaga, melukiskan harapan indah tentang masa depan bersama. Ia bilang, aku adalah pilihannya, seseorang yang ingin ia perjuangkan hingga halal. Namun kini, langkahnya menjauh, bayangnya mengabur, dan aku dibiarkan dalam ruang hampa tanpa jawaban.
Aku menanti, tapi entah apa yang kunanti. Apakah sebuah kepastian? Ataukah hanya sisa-sisa harapan yang kian memudar?
Aku menunggu. Setiap hari, setiap malam. Menunggu kepastian yang tak kunjung tiba. Seperti sebatang pohon yang menantikan hujan, aku berdiri di tengah kerinduan yang tak bertepi. Tapi hujan itu tak datang, bahkan awan pun enggan memberi tanda.
Dalam penantian ini, aku terombang-ambing. Hatiku seperti perahu kecil di tengah lautan yang luas, tak tahu ke mana angin akan membawa.
Waktu berlalu, dan aku mulai bertanya pada diriku sendiri:
"Apakah aku harus terus menunggu seseorang yang mungkin tak pernah kembali?
Ataukah aku harus berani melangkah menuju lorong cahaya yang baru?"
Namun aku takut. Takut dianggap tak setia. Takut melangkahi batas yang pernah ia tetapkan. Sebab aku tahu, dia yang memulai ini semua.
Di Tengah Kesendirian, Aku Berdoa
Dalam sujud panjangku, aku menangis. Air mataku jatuh, seperti butiran hujan yang akhirnya menyerah kepada bumi. Aku memohon kepada Allah, sebab hanya kepada-Nya aku bisa berbicara tanpa takut dihakimi.
"Ya Allah, Engkau Yang Maha Membolak-balikkan hati,
Jika dia bukan untukku, maka jauhkanlah aku darinya,
Namun jika dia adalah takdir yang Kau tuliskan,
Dekatkanlah dengan cara yang Kau ridhai.
Jangan biarkan aku tenggelam dalam ketidakpastian,
Jangan biarkan aku terikat oleh janji yang tak ditepati.
Hanya Engkau yang tahu rahasia masa depan,
Maka tuntunlah langkahku menuju cahaya kebaikan."
Tanganku menengadah, memohon dengan seluruh kerendahan hati. Sebab aku tahu, di balik segala kebingungan ini, hanya Allah yang memiliki jawabannya.
Setiap doa yang terucap membawa kelegaan, namun sekaligus menyisakan perih. Sebab aku tahu, doa ini bukan sekadar permohonan, tetapi juga sebuah perlawanan terhadap hatiku sendiri yang masih berharap.
“Ya Allah,” aku berdoa dalam sujud malamku, “tunjukkanlah aku jalan yang benar. Aku takut salah melangkah. Jika aku harus menunggu, kuatkanlah hatiku. Namun, jika aku harus pergi, lapangkanlah jalanku.”
Teruntuk Hati yang Menanti
Di bawah langit malam yang penuh bintang,
Aku bertanya pada hatiku yang gundah,
Apakah aku harus terus menanti,
Atau melangkah menuju cahaya yang lain?
Janji yang pernah terucap kini menghilang,
Meninggalkan jejak luka di relung hati.
Ya Allah, jika menunggu adalah takdirku,
Kuatkan aku dengan kesabaran.
Namun jika melangkah adalah jalanku,
Lapangkan hatiku untuk menerima yang lebih baik.
Aku adalah hamba yang lemah,
Namun dengan kasih-Mu, aku akan kuat.
Aku adalah hati yang terluka,
Namun dengan cinta-Mu, aku akan sembuh.
Cinta yang Menuntun ke Surga
Wahai hati yang terluka, jangan takut untuk melangkah. Jika cinta itu membuatmu semakin dekat kepada Allah, maka itu adalah cinta yang layak diperjuangkan. Namun jika cinta itu membuatmu semakin jauh dari-Nya, maka lepaskanlah dengan keikhlasan.
Aku menyerahkan segalanya kepada Allah, sebab hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untuk duniaku dan akhiratku. Dalam doaku, aku memohon agar hati ini selalu diberi petunjuk. Sebab aku percaya, cinta yang sejati bukan hanya tentang manusia, tetapi tentang jalan menuju ridha-Nya.
Ya Allah, aku ini lemah,
Hatiku rapuh seperti kaca.
Jika ini adalah ujian cinta,
Maka kuatkan aku untuk menerima takdir-Mu.
Jangan biarkan aku terjebak dalam kebingungan,
Tunjukkan jalan yang Kau ridai.
Aku tak ingin cinta yang melukai,
Aku ingin cinta yang membawa ke surga-Mu.
Kini, aku menyerahkan segalanya kepada-Mu. Sebab hanya dengan mencintai-Mu, aku yakin aku akan menemukan cinta yang sejati.
____________
Sumampir, bintang jatuh menyapa malam, namun harapanku tetap menggantung tanpa jawaban.
Kamis, 19 Jumadil Awal 1446 H/21 November 2024 M.
• Panewu Tunggul Alam, M.A.
0 Komentar