Dalam perjalanan hidup, selalu ada sosok yang hadir memberi warna, menghiasi hari-hari kita dengan tawa, harapan, dan cinta. Ia adalah seseorang yang pernah begitu istimewa, tetapi kini hanya tinggal kenangan. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan yang sederhana namun sarat makna: mantan.
Mantan, bagai bunga yang pernah merekah indah dalam taman hati. Kehadirannya pernah menghidupkan jiwa, namun kini ia hanya tersisa dalam puing-puing ingatan.
Mantan, ia sering hadir dalam ingatan, membawa manisnya kenangan sekaligus pedihnya perpisahan. Seperti secangkir kopi yang pekat, mantan adalah campuran rasa yang tak mudah dilupakan.
Mantan, kata yang terdengar sederhana namun menyimpan berjuta rasa. Ia bisa menjadi manis dalam ingatan, tapi juga meninggalkan luka yang menggenang.
Kenangan yang Menggenang dalam Air Mata
Di setiap kenangan bersamanya, aku pernah merasa bahagia, seolah dialah takdir yang Allah kirimkan untuk melengkapi hidupku. Namun, kini semua telah berbeda. Ia pergi, meninggalkan ruang kosong yang tak mudah diisi kembali.
Aku bertanya-tanya, "Mengapa Allah memisahkan kami? Bukankah kami saling mencintai?"
Tapi, kini kusadar, cinta yang sejati bukan tentang bersama siapa yang aku inginkan, melainkan bersama siapa yang Allah ridai.
Setiap kali aku mengingatnya, hatiku terasa sesak. Ada rindu yang sulit kugambarkan, namun juga ada rasa sakit yang tak kunjung hilang. Dia pernah menjadi bagian dari hidupku, bagian dari mimpiku. Tapi kini, dia hanyalah bayangan masa lalu yang tak mungkin kujemput kembali.
Aku ingat senyumnya, suaranya, cara dia menatapku. Semua itu terasa seperti serpihan kaca yang menusuk hatiku setiap kali aku mengingatnya. Pernahkah kau merasakan hal yang sama? Mengenang seseorang hingga rasanya kau ingin menangis sepanjang malam?
Namun, di tengah tangis itu, aku bertanya pada diriku sendiri: Mengapa aku begitu tenggelam dalam kenangan ini? Apakah aku lupa bahwa Allah adalah penguasa hati, bahwa Dia yang memisahkan kami bukan tanpa alasan?
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat itu menamparku berkali-kali. Aku sadar, aku terlalu mencintai seseorang hingga lupa mencintai Allah dengan sepenuh hati. Aku lupa bahwa cinta yang tidak diridai oleh-Nya tak akan pernah membawa kebahagiaan sejati.
Jangan Teringat Mantan, Kemudian Ingin Balikan
Ada masa di mana aku berpikir, "Bagaimana jika aku mencoba kembali? Bagaimana jika kami memperbaiki semuanya?" Tapi aku segera sadar bahwa itu hanyalah bisikan hatiku yang lemah.
Jika Allah sudah memisahkan, siapa aku untuk melawan takdir-Nya? Mungkin aku menyangka bahwa dia adalah yang terbaik untukku, tapi Allah tahu lebih baik. Allah menjauhkan kami bukan tanpa alasan, melainkan karena Dia memiliki rencana yang lebih indah.
Aku mencoba untuk ikhlas. Aku belajar bahwa cinta sejati bukan tentang memaksakan sesuatu, tetapi tentang menyerahkan segalanya kepada Allah. Jika dia memang jodohku, Allah akan mempertemukan kami kembali dengan cara yang lebih baik. Tapi jika tidak, aku percaya, Allah telah menyiapkan yang jauh lebih baik untukku.
Jika suatu hari nanti Allah memberiku kesempatan untuk mencintai seseorang lagi, aku ingin melakukannya dengan cara yang benar. Aku tak ingin mengulang kesalahan yang sama.
Aku ingin cinta itu membawa keberkahan, bukan dosa. Aku ingin menjadikan cinta sebagai jalan mendekat kepada Allah, bukan sebaliknya.
Doa di Ujung Senja
Ya Allah,
Di bawah langit-Mu yang merona jingga,
Aku berdiri dengan hati yang penuh rindu,
Bukan rindu pada masa lalu, bukan pula pada dia yang telah pergi,
Tapi rindu pada ampunan-Mu yang selalu menanti.
Ya Rahman,
Kenangan ini terkadang menyesakkan,
Namun, ajarkan aku bahwa setiap luka adalah titipan,
Setiap perpisahan adalah pelajaran,
Dan setiap kehilangan adalah jalan menuju kedekatan dengan-Mu.
Ya Rahim,
Jika aku masih mengingat dia yang telah berlalu,
Jadikanlah ingatan itu sebagai cambuk untuk taubat,
Sebagai pengingat bahwa cinta sejati hanyalah milik-Mu,
Sebagai pelajaran bahwa kebahagiaan bukan dalam yang hilang,
Tapi dalam ketundukan kepada kehendak-Mu.
Ya Malik,
Lembutkan hatiku untuk menerima takdir-Mu,
Kuatkan langkahku untuk menjauh dari yang tak Kau ridhai,
Dan tenangkan jiwaku dengan janji-Mu,
Bahwa setiap kehilangan adalah awal dari kebaikan yang Kau siapkan.
Ya Nur,
Terangi jalanku dengan cahaya petunjuk-Mu,
Bimbing aku agar tak lagi tergoda oleh bayang-bayang masa lalu,
Dan jadikan setiap senja yang kulalui,
Sebagai saksi bahwa aku berserah hanya kepada-Mu.
Ya Allah,
Jika cinta pernah membuatku terluka,
Jadikan luka itu pelebur dosa,
Jika kenangan pernah membuatku menangis,
Jadikan tangis itu doa yang Kau kabulkan.
Kini, di hadapan senja-Mu yang memudar,
Aku pasrahkan semuanya pada takdir-Mu yang indah,
Karena aku tahu, di balik setiap hilang ada rahmat-Mu,
Dan di balik setiap gelap, ada cahaya kasih-Mu.
Aamiin ya Rabbal Alamin.
____________
Sumampir, di bawah langit senja yang memerah, kutitipkan kenangan tentangmu pada angin yang berlalu.
Jum'at, 20 Jumadil Awal 1446H/22 November 2024 M.
• Panewu Tunggul Alam, M.A.
0 Komentar