بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari
pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) Jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah: 1-7)
Materi utama yang dicakup dalam Surah ini
adalah:
1. Sifat-sifat Allah yang Maha
Mulia.
2. Hari Akhirat.
3. Pengkhususan Allah untuk
ibadah, termasuk meminta pertolongan dan berdoa.
4. Pengenalan tentang Jalan yang
Lurus; jalan orang-orang yang mendapat petunjuk.
5. Menghindari jalan orang-orang
yang dimurkai dan yang sesat.
Makna Global:
Allah Ta'ala memberitahu
hamba-hamba-Nya bahwa pujian yang sempurna sepenuhnya pantas hanya bagi-Nya
sendiri.
Dia memberi petunjuk kepada
mereka untuk memuji-Nya, mengagungkan-Nya, dan memberikan seluruh pujian yang
hanya Dia yang pantas.
Dia adalah Dzat yang penuh dengan
belas kasih dan pemilik kerajaan.
Allah juga mengarahkan mereka
untuk mengesakan-Nya dalam ibadah dan meminta pertolongan, mencari petunjuk
hanya kepada-Nya, menuju jalan yang lurus yang tidak bengkok, yaitu jalan
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah.
Bukan jalan orang-orang Yahudi
yang telah mendapat kemurkaan-Nya, dan bukan juga jalan orang-orang Nasrani
yang tersesat.
Tafsir Ayat:
الْحَمْدُ
لله رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam”
Ini adalah berita (khabar) dari
Allah Azza wa Jalla yang mengandung pujian atas diri-Nya yang Maha Mulia.
Selain itu, dalam konteks ini, ada panduan kepada hamba-hamba-Nya untuk
memuji-Nya, menyucikan-Nya, dan menghaturkan pujian kepada-Nya, yang Maha Suci
lagi Maha Tinggi. (Tafsir Ibnu
Jarir: 1/139-141, Tafsir Ibnu Katsir: 1/135)
الْحَمْدُ
لله
“Segala puji bagi Allah"
Ini berarti bahwa segala jenis
pujian hanya untuk Allah. Ini adalah pujian yang terus-menerus dan abadi, tidak
terputus.
"والحَمْدُ"
“Segala puji”
adalah penjelasan tentang sifat
pujian yang sempurna bagi Allah, bersamaan dengan cinta kepada-Nya, dan
pengagungan kepada-Nya yang Maha Agung dan Maha Tinggi. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/121, 124, 138.
Tafsir Ibnu Katsir: 1/131)
"الله" adalah nama yang tetap bagi Allah Azza wa Jalla, yang
mencakup sifat-sifat ketuhanan-Nya yang Maha Mulia dan Maha Agung. (Madarijus Salikin: 1/34. Tafsir As-Sa’di:
5/298) Maknanya adalah yang disembah.
رَبِّ
العالمين
“Tuhan semesta alam”
Ini berarti Allah adalah
Penguasa, Pemilik, dan Pengatur bagi seluruh alam semesta, termasuk semua
makhluk berbagai jenis dan di seluruh tempat dan waktu. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/142-145)
الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
“Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
Keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya:
Ketika Allah menggambarkan
Diri-Nya sebagai Tuhan, Pemilik, dan Yang berhak disembah dengan otoritas
mutlak atas hamba-hamba-Nya, yang bisa mengimplikasikan kekuasaan dan kendali
yang tak terbatas, kemudian diikuti dengan penjelasan tentang rahmat-Nya.
Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan harapan hamba-Nya akan pengampunan-Nya jika mereka melakukan kesalahan,
dan memperkuat keyakinan mereka jika mereka menghadapi kesulitan. (Tafsir Abu Hayyan:
1/35)
Selain itu, ketika Allah Ta'ala
menggambarkan diri-Nya sebagai Rabb (Pencipta, Pemelihara, Penguasa) dan
menjelaskan bahwa penciptaan-Nya terhadap seluruh alam semesta bukanlah karena
kebutuhan-Nya kepada mereka, seperti untuk mendapatkan manfaat atau menghindari
kerugian. Sebaliknya, penciptaan ini adalah hasil dari rahmat-Nya yang meluas
dan kemurahan-Nya yang menyeluruh. (Tafsir Al-Manar: 1/43)
Tafsir:
Kedua kata, yaitu (Ar-Rahman) dan (Ar-Rahim), keduanya berasal
dari akar kata "رحمة" (rahmah) yang
mengandung arti rahmat dengan tingkat intensitas yang tinggi.
(Ar-Rahman) adalah bentuk yang
lebih intensif dibandingkan dengan (Ar-Rahim). Ini karena kata (Ar-Rahman)
diwujudkan dalam bentuk فعلان,
dan bentuk ini digunakan untuk menunjukkan keluasan, kelimpahan, dan intensitas
rahmat Allah yang tidak terbatas. (Lisanul Arab, Tafsir Ibnu Katsir: 1/124-126)
"Ar-Rahman" mengacu
pada Allah yang memiliki rahmat yang luas untuk semua makhluk-Nya, sedangkan
"Ar-Rahim" mengacu pada Allah yang memiliki rahmat yang khusus yang
diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/127-128. Tafsir
Al-Qurthubi: 1/150. Adwaul Bayan: 1/5)
مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ
“Yang menguasai hari pembalasan”
Keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya:
Ketika Allah Ta'ala menggambarkan diri-Nya dengan sifat rahmat-Nya yang luas, hal ini bisa membuat hamba lebih condong kepada rasa harapan dalam dirinya.
Namun, dengan menyebutkan sifat-Nya sebagai Malik (Penguasa) pada Hari Pembalasan, Allah mengingatkan bahwa hamba harus memandang amal perbuatannya dengan penuh kehati-hatian.
Ini bertujuan
agar seorang hamba menjalani hidup dengan penuh rasa tanggung jawab dan
kesadaran bahwa setiap amal perbuatannya akan terungkap pada Hari Akhirat, amal
yang baik maupun yang buruk. (Tafsir Abu Hayyan: 1/40)
Tafsir:
Sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla
adalah yang mengatur semua makhluk-Nya dengan perkataan dan perbuatan-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/133. Madarijus
Salikin: 1/91)
يَوْمِ
الدِّينِ
Yaitu Hari Pembalasan dan Hari
Perhitungan. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/157-158. Tafsir Ibnu Katsir: 1/134)
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami
menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”
Kami tidak menyembah selain
Engkau, kami hanya tunduk kepada-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu. Dan kami tidak
mencari pertolongan kecuali hanya dari-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/159, 160, 166. Tafsir Ibnu Katsir: 1/134-135)
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”
Keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya:
Ketika telah disebutkan tentang ibadah dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Ta'ala, maka datanglah permohonan untuk mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Karena hanya dengan
petunjuk ini ibadah dapat menjadi sah. Jika seseorang tidak mendapatkan
petunjuk ke jalan yang benar yang akan membawanya mencapai tujuannya, maka
usahanya untuk mencapai tujuan tersebut tidak akan berhasil. (Tafsir Abu Hayyan:
1/48)
Tafsir:
Tunjukkanlah kami kepada jalan
yang lurus, jalan yang tidak bengkok, dan berikanlah kami pertolongan untuk
mengikutinya, serta teguhkan kami di atasnya. (Tafsir Ibnu Jarir: 1/170. Tafsir
Ibnu Katsir: 1/137, 140)
صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“(yaitu) Jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka”
Keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya:
Setelah meminta petunjuk kepada jalan yang lurus, yang merupakan jalan yang paling utama, ayat ini menambahkan permohonan untuk memiliki teman yang baik dalam perjalanan tersebut. (Nazm ad-Durar, karya al-Biqa'i: 1/45)
Maka Dia
berfirman, “Yaitu jalan yang Engkau beri nikmat kepada mereka”
Tafsir:
Ini mengacu pada jalan
orang-orang yang telah diberi nikmat petunjuk oleh Allah untuk mencapai jalan
yang lurus, yaitu mereka yang mengetahui kebenaran dan mengikutinya dengan
ketaatan kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Mereka melakukannya dengan
ketulusan kepada Allah, mengikuti ajaran Rasulullah, dan termasuk dalam
kelompok yang disebutkan dalam ayat: "Dan siapa yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka adalah dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah,
yaitu para nabi, orang-orang yang benar -dalam keimanannya-, para syuhada, dan
orang-orang shalih; dan itulah teman yang sebaik-baiknya." (Surah An-Nisa,
4:69). (Tafsir Ibnu Jarir: 1/176-180. Tafsir Ibnu Katsir: 1/137,
140. Tafsir Ibnu Asyur: 1/191)
غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Salah satu ciri orang-orang yang
Allah Ta'ala telah memberikan nikmat kepada mereka adalah bahwa mereka tidak
seperti orang-orang Yahudi, yang meninggalkan amal kebenaran setelah mengetahuinya.
(Tafsir Mawardi: 1/61. Tafsir Ibnu
Athiyah: 1/76. Tafsir Ibnu Katsir: 1/140. Tafsir Ibnu Asyur: 1/195)
Salah satu sifat khusus orang
Yahudi yang disebutkan adalah mendapat kemurkaan.
ولا
الضَّالِّينَ
“dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.”
Salah satu ciri orang-orang yang
Allah telah memberikan nikmat kepada mereka adalah bahwa mereka tidak seperti
orang-orang Nasrani, yang tidak mengetahui kebenaran dan menyembah Allah tanpa
pengetahuan. (Tafsir Mawardi:
1/61. Tafsir Ibnu Katsir: 1/140-141)
Salah satu sifat khusus orang
Nasrani yang disebutkan adalah kesesatan.
Di antara Keutamaannya:
Pertama,
surat Al-Fatihah adalah cahaya, dan tidak ada seorang nabi pun sebelum Nabi
Muhammad yang telah diberi cahaya seperti ini.
Kedua, dengan
membaca surat ini, terjalinlah komunikasi dalam doa antara seorang hamba dengan
Tuhannya dalam salat.
Ketiga, bahwa
salat tidak sah bagi mereka yang tidak membacanya.
Keempat, dapat
sebagai penyembuh, dengan izin Allah.
Di antara pelajaran dari surat ini adalah:
Pertama, Mengajarkan
pentingnya mengarahkan perhatian kepada Allah dengan pujian, pengagungan, dan
sanjungan, serta mengingatkan untuk menghindari penolakan terhadap Iman
kepada-Nya dan penolakan terhadap ketaatan kepada-Nya.
Hal ini menggambarkan bahwa awal
segala kebaikan dan kunci kebahagiaan adalah mendekatkan diri kepada Allah,
sementara awal segala kerusakan dan akar perbedaan adalah menjauhi-Nya serta
menolak ketaatan kepada-Nya.
Kedua, Allah layak
mendapatkan pujian yang sempurna, dan semua bentuk pujian seharusnya diarahkan
kepada-Nya. Oleh karena itu, seorang hamba harus menyadari bahwa setiap
keputusan yang diambil oleh Allah adalah patut dipuji.
Ketiga, Kebijaksanaan
Rabbaniyah (ke-Tuhanan) Allah Ta'ala didasarkan pada rahmat-Nya yang luas
terhadap seluruh makhluk-Nya.
Ketika Allah Ta'ala menyebutkan
diri-Nya sebagai "Rabb al-'Alamin" (Pengurus seluruh alam),
seolah-olah Dia sedang menjawab pertanyaan: "Jenis Rabbaniyah seperti apa
ini?
Apakah itu Rabbaniyah yang
bersifat pengambilan dan hukuman, ataukah itu Rabbaniyah yang penuh dengan
rahmat dan nikmat?"
Kemudian, Allah Ta'ala
menjawabnya dengan menyebutkan dua sifat-Nya yang paling utama, yaitu
"Ar-Rahman" (Maha Pengasih) dan "Ar-Rahim" (Maha
Penyayang). Hal ini menunjukkan bahwa Rabbaniyah Allah Ta'ala didasarkan pada
rahmat dan kemurahan-Nya yang luas terhadap seluruh ciptaan-Nya.
Keempat, Dalam firman
Allah "مَالِكِ يَوْمِ الدِّين"
(Pemilik Hari Pembalasan), Allah mengingatkan manusia untuk beramal
dengan sungguh-sungguh untuk hari pembalasan yang akan datang. Dengan
menyebutkan Allah sebagai Pemilik Hari Pembalasan, hal ini membangkitkan
kesadaran akan kepentingan besar hari tersebut.
Manusia harus mempersiapkan diri
dengan amal yang baik, ketaatan kepada Allah, dan menjauhi perbuatan dosa,
karena di hari itu setiap individu akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dan
akan mendapatkan balasan sesuai dengan amalannya. Oleh karena itu, pengingat
ini adalah sebuah dorongan bagi manusia untuk berlaku baik dan taat kepada
Allah dalam kehidupan mereka.
Kelima, Saat Allah
berfirman "إِيَّاكَ نَعْبُدُ"
(Hanya kepada Engkaulah kami menyembah), ini adalah pernyataan yang tegas
tentang ketunggalan ibadah yang hanya diberikan kepada Allah Ta'ala. Dalam
pernyataan ini, kita menegaskan bahwa kita hanya menyembah Allah
Kemudian, ketika Allah berfirman
"وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ"
(Dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan), ini menunjukkan bahwa
kita hanya meminta pertolongan kepada Allah dan tidak kepada makhluk lainnya.
Ini juga mencerminkan ketergantungan mutlak kita kepada Allah dalam setiap
aspek kehidupan kita.
Dengan demikian, rangkaian ayat
ini adalah pernyataan tegas bahwa ibadah dan permohonan pertolongan hanya
ditujukan kepada Allah semata, dan ini merupakan bentuk tegas penolakan
terhadap syirik (penyekutuan dengan Allah) serta menunjukkan kepatuhan dan
ketergantungan kita yang mutlak kepada Allah Ta'ala.
Keenam, Tarbiyah seorang
Muslim mencakup pentingnya berlindung kepada Allah. Salah satu aspek dari ini
adalah bahwa kita harus selalu mencari pertolongan dan bantuan dari Allah dalam
ibadah kita. Kita juga harus selalu berdoa agar Allah membimbing kita ke jalan
yang lurus (صِرَاطَ مُسْتَقِيمٍ).
Dalam kehidupan sehari-hari, ini
mengajarkan kepada kita untuk selalu merasa bergantung pada Allah dalam setiap
tindakan dan keputusan kita. Kita harus mengarahkan doa dan permohonan
pertolongan kita kepada-Nya karena Dia adalah sumber segala kebijaksanaan dan
petunjuk yang benar. Dengan demikian, pendidikan ini mengingatkan kita untuk
menjadikan Allah sebagai sumber utama bimbingan dan pertolongan dalam hidup
kita.
-------
Sumampir, gelapnya malam memeluk
bumi dengan lembut.
Jum’at, 30 Safar 1445 H/15
September 2023 M
Panewu Tunggul Alam
Referensi:
https://dorar.net/tafseer/1/1
0 Komentar