Penghilangan najis bukanlah
sebuah bentuk ibadah yang disengaja, artinya ini bukan ibadah yang disengaja.
Melainkan, penghilangan najis adalah cara untuk menghilangkan sesuatu yang
kotor dan najis.
Apa pun yang digunakan untuk
menghilangkan najis dan bekasnya, itu akan dianggap sebagai suatu cara untuk
membersihkannya, baik itu dengan air, bensin, atau zat pembersih lainnya.
Ketika najis telah dihilangkan
dengan cara apa pun, itu dianggap sebagai proses penyucian, bahkan menurut
pendapat yang lebih kuat yang dipilih oleh Ibn Taymiyyah, jika najis hilang
oleh matahari dan angin, maka tempat tersebut dianggap suci.
Karena, seperti yang saya
katakan, ini adalah sesuatu najis yang kotor, dan jika ada di suatu tempat,
maka tempat tersebut menjadi najis, dan ketika najis itu dihilangkan, tempat
tersebut kembali ke keadaan asalnya, yaitu ke kesuciannya.
Segala sesuatu yang menghilangkan
najis dan bekasnya akan dianggap sebagai cara untuk membersihkannya, kecuali warna
yang sulit dihilangkan, dimaafkan. Maka itu adalah bisa menyucikan untuknya.
Berdasarkan hal ini, kami
mengatakan bahwa uap yang digunakan untuk mencuci pakaian, jika najis hilang
dengannya, maka itu adalah dapat menyucikannya. (Majmuk Fatawa wa Rasail Usaimin:
11/87)
Kesimpulan:
Metode apa pun yang digunakan
untuk menghilangkan najis dan bekasnya akan dianggap sebagai proses penyucian,
baik itu dengan air, bensin, atau bahan sinar matahari dan angin maupun
lainnya. Ketika najis telah hilang, tempat atau objek tersebut dianggap bersih
kembali.
Najis dapat dianggap bersih
meskipun ada sisa warna najis yang sulit dihilangkan. Oleh karena itu, uap yang
digunakan untuk mencuci pakaian juga dianggap sebagai metode penyucian, jika
uap tersebut mampu menghilangkan najis dengan efektif, meskipun ada sisa warna
najis yang sulit dihilangkan.
--------
Sumampir, Rabu 26 Rabiul Awal
1445 H/11 Oktober 2023 M.
Panewu Tunggul Alam
--------
0 Komentar