Apa Makna Asholatu Jami’ah?
Makna Asholatu Jami’ah
adalah berkumpullah untuk shalat. Ibnu 'Alan dalam Syarah Riyadus
Shalihin bahwa Imam Al-Qurthubi berkata,
خبر بمعنى الأمر كأنه
قال اجتمعوا للصلاة
“Kalimat ini adalah berita yang
mengandung makna perintah, seolah-olah dikatakan 'Berkumpul untuk
shalat'."
Para ulama telah sepakat bahwa adzan
yang dikumandangkan untuk salat lima waktu adalah khusus untuk salat tersebut,
dan tidak dikumandangkan untuk salat lainnya, seperti shalat jenazah, tarawih, idul fitri, idul adha, gerhana, dan lain sebagainya.
Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir
bin Abdullah radhiyallahu anhuma yang berkata:
شَهِدتُ الصلاةَ مع
النبيِّ - صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم - في يومِ عيدٍ ، فبدأ بالصلاةِ قبلَ الخطبةِ
بغيرِ أذانٍ ولا إقامةٍ
"Aku menyaksikan shalat bersama
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada hari raya, beliau memulai salat
sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamah." (HR. Muslim: 885)
Lalu asholatu jami’ah digunakan untuk
shalat apa?
Terdapat hadis shahih yang diceritakan
oleh Aisyah Radhiyallahu anha,
أَنَّ الشَّمْسَ
خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبَعَثَ
مُنَادِيًا: «الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ»، فَاجْتَمَعُوا، وَتَقَدَّمَ فَكَبَّرَ،
وَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
“Pada zaman Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana
matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil manusia dengan ucapan:
Aṣṣalatu jāmi'ah (mari kita salat berjamaah). Orang-orang
lantas berkumpul. Nabi pun maju, lalu bertakbir dan salat dengan empat kali
rukuk dan empat kali sujud dalam dua rakaat.” (Mutafaqun Alaihi)
Pernah terjadi gerhana matahari pada
zaman Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, lalu beliau
mengutus seseorang untuk memanggil manusia di jalan-jalan dan pasar-pasar
dengan panggilan Asholatu Jami’ah (mari kita salat berjamaah) agar mereka shalat
dan berdoa kepada Allah, supaya mengampuni dan merahmati mereka serta
melanggengkan bagi mereka nikmat-nikmat-Nya yang lahir maupun batin. Mereka
lantas berkumpul di masjid dan shalat bersama Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam.
Apakah hanya untuk shalat gerhana saja?
Mazhab Hanafi dan Maliki membatasi
penerapan kalimat ini pada kasus gerhana saja. Mereka memakruhkan untuk
mengucapkan kalimat "الصلاة جامعة"
pada shalat Id, tarawih, atau shalat lainnya, karena tidak ada teks hadits yang
secara khusus menjelaskannya. Prinsip dasar dalam ibadah adalah mengikuti apa
yang telah ditetapkan.
Ibnu Sa'di dalam kitab Al-Qawa'id
menyatakan:
وليس مشروعاً من الأمور
غير الذي في شرعنا مذكور
"Tidak disyariatkan dalam perkara
agama, kecuali apa yang telah disebutkan dalam syariat kita."
Khalil dalam kitab Mukhtasharnya
menjelaskan:
ولا ينادى: الصلاة جامعة
-يعني في العيد
"Tidak dikumandangkan 'Asholatu
Jami’ah’ -maksudnya pada salat Id-"
Mazhab Hanabilah berpendapat bahwa
disyariatkan untuk mengumandangkannya untuk Shalat Id, shalat gerhana, dan
shalat istisqa'
Al-Hajaawi berkata dalam kitab
Al-Iqna':
وينادى لعيد وكسوف
واستسقاء (الصلاة جامعة)
"Dikumandangkan Asholatu Jami’ah
untuk shalat Id, shalat gerhana, dan shalat istisqa'.”
Al-Hajaawi juga berkata dalam Al-Iqna':
ولا ينادى على الجنازة
والتراويح
"Dan tidak dikumandangkan untuk
shalat jenazah dan tarawih."
Adapun mazhab Syafi'i, mereka adalah
mazhab yang paling luas dalam hal ini. Bahwa Asholatu Jami’ah disyariatkan
untuk semua shalat yang disyariatkan untuk dikerjakan secara berjamaah, kecuali
shalat jenazah dan shalat nazar. Dianjurkan untuk shalat Id, gerhana, istisqa’,
tarawih, dan witir. Hal ini didasarkan pada hadits shahih di atas tentang
gerhana. Dan hal ini diqiyaskan dengan shalat lainnya.
Imam atau muazin yang menyeru Asholatu
Jami’ah?
Kalimat tersebut diucapkan oleh muazin,
bukan imam dengan anggapan agar jamaah berdiri untuk melaksanakan shalat.
Kalimat tersebut dikumandangkan oleh muazin
untuk memanggil orang-orang agar melaksanakan shalat gerhana. Seruan dengan
lafaz, “Asholatu Jami’ah” dikumandangkan secara berulang-ulang hingga yakin
sampai kepada masyarakat. (Majmuk Fatawa Ibnu Baz: 13/38)
Sebab kalimat tersebut adalah sebagai
pengganti dari azan, karena azan hanya khusus untuk shalat wajib lima waktu,
sedangkan mengumpulkan masyarakat untuk melaksanakan shalat gerhana adalah
dengan mengumandangkan kalimat tersebut.
Pendapat yang lebih kuat?
Ibnu Taimiyah berkata:
والسُّنة أن يُنادَى
للكسوف: «الصلاة جامعة»، ولا يُنادى للعيد والاستسقاء، وقاله طائفةٌ من أصحابنا؛
ولهذا لا يُشرَع للجنازة ولا للتراويح على نصِّ أحمد
"Sunnahnya adalah untuk menyerukan
sholat gerhana dengan mengatakan: “Asholatu Jami’ah”. Tidak ada seruan untuk
sholat Id, sholat istisqa', dan ini juga merupakan pendapat sebagian sahabat
kami. Oleh karena itu, tidak disyariatkan untuk menyerukan sholat jenazah dan
sholat tarawih berdasarkan teks dari Ahmad." (Al-Mustadrak Ala Majmuk
Fatawa: 3/60)
Ibn Utsaimin berkata:
صلاة العيد ليس لها
أذانٌ ولا إقامة، كما ثبتَتْ بذلك السُّنة، ولكن بعض أهل العِلم رحمهم الله قالوا:
إنه يُنادَى لها «الصلاة جامعة»، لكنَّه قولٌ لا دليل له؛ فهو ضعيف، ولا يصحُّ
قياسها على الكسوف؛ لأنَّ الكسوف يأتي من غير أن يَشعُرَ النَّاسُ به، بخلافِ
العيد فالسُّنَّة أنْ لا يُؤذَّن لها، ولا يُقام لها، ولا يُنادى لها «الصلاة
جامعة»، وإنَّما يخرج الناس، فإذا حضَر الإمامُ صلَّوا بلا أذانٍ ولا إقامةٍ، ثم
مِن بعد ذلك الخُطبة
"Sholat Id tidak memiliki adzan
dan iqamah, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh sunnah. Namun, beberapa
ulama rahimahumullah mengatakan untuk diserukan "Asholatu Jami’ah.” Akan tetapi, pendapat ini tidak memiliki dalil,
dan ini pendapat yang lemah dan tidak tepat untuk menyamakannya dengan sholat
gerhana. Sebab sholat gerhana datang tanpa disadari orang-orang, berbeda dengan
sholat Id. Sunnahnya adalah tidak ada adzan, iqamah, atau seruan "Asholatu
Jami’ah." Orang-orang keluar, dan ketika imam hadir, mereka sholat tanpa
adzan dan iqamah. Kemudian setelah itu, barulah khutbah disampaikan." (Majmuk Fatawa wa Rasail: 16/237)
Kesimpulan:
Berdasarkan penjelasan di atas, yang
lebih kuat -wallahu a'lam- adalah khusus untuk shalat gerhana, bukan untuk
shalat Id, istisqa’, tarawih, jenazah, maupun lainnya.
Dan yang mengucapkan di sini adalah
muazin, dengan tujuan untuk memanggil masyarakat agar melaksanakan shalat
gerhana, sebagai pengganti azan.
-----
Oleh: Panewu Tunggul Alam, Lc., M.A.
Selesai disusun pada malam 18 Ramadhan
1445 H/28 Maret 2024 M
0 Komentar